Gula Semut Semedo Manise

en
enid

MENJAGA HARKAT PENYADAP NIRA

Merdeka.com – Deretan pohon kelapa tumbuh menjulang menjadi bagian lanskap Desa Semedo, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas. Bunyi kersik dedaunan kelapa acapkali terdengar ditiup angin. Bagi masyarakat setempat, pohon kelapa menjadi sumber kehidupan sekaligus jati diri.

Saban pagi dan sore hari, jadi potret keseharian di Desa Semedo para penyadap nira meniti batang pohon kelapa setinggi 15 meter sampai 20 meter. Nira yang menetes dari manggar atau pangkal pelepah kelapa adalah hasil peluh keringat untuk menyambung hidup.

Dahulu, kehidupan ekonomi penyadap nira kelapa di Desa Semedo sempat terpuruk. Perubahan kesejahteraan mulai mengiringi ketika mereka bergerak dalam organisasi kelompok tani. Bahu membahu jadi prinsip bersama demi mengangkat harkat penyadap nira kelapa menjalani industri gula semut.

“Proses peningkatan kapasitas penyadap nira dan kualitas gula semut memakan waktu dua tahun. Semua ini diawali saat terbentuk kelompok tani,” kata Akhmad Sobirin, Ketua Kelompok Tani (Poktan) Manggar Jaya Desa Semedo pada Merdeka.com, Kamis (12/12).

Sobirin adalah anak muda asal Desa Semedo yang paling berperan dalam upaya mengubah kondisi industri gula kelapa di kampung halamannya. Usianya kini 32 tahun. Ia bagian dari proses panjang yang telah dilalui masyarakat setempat melakukan peralihan dari memproduksi gula merah cetak ke gula semut pada tahun 2012.

Di sisi lain, proses itu juga jadi bagian pertaruhan hidup bagi Sobirin. Ia meninggalkan pekerjaannya di perusahaan produksi baja di Jakarta. Sobirin memilih kembali ke desa bergelut dengan manisnya gula kelapa. Ia menyebut keputusan hidupnya sebagai tanggung jawab sosial.

“Suatu hari, saya membaca gula semut diminati pasar internasional dan bernilai jual tinggi. Saya meyakini ini peluang meningkatkan kesejahteraan keluarga dan orang di kampung halaman saya yang mayoritas menyadap dan mengolah gula kelapa,” ujar lulusan Teknik Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini.

1 dari 2 halaman

Pemberdayaan Penyadap Nira

Perubahan dan pertaruhan itu dimulai dengan membentuk Poktan Manggar Jaya. Sobirin mengawali dengan meyakinkan sanak saudara dan tetangga dekatnya untuk memproduksi gula semut. Penolakan sempat terjadi, tapi Sobirin tak putus asa. “Saya tak boleh menyerah,” tegas Sobirin.

Ia pun menggali potensi pemasaran gula semut untuk memastikan produk penyadap nira dari desanya terserap pasar. Ia memperluas jejaring di komunitas dan mengikuti berbagai gelaran kewirausahaan. Setahun berjalan, pada tahun 2013, Poktan Manggar Jaya mulai menggapai harapan menembus pasar internasional. Saat itu, permintaan dimulai dari 5 ton gula semut perbulan.

Rata-rata, kelompok tani Manggar Jaya yang lantas berkembang melibatkan 50 keluarga penyadap nira mampu memproduksi 24 ton gula semut dalam 1 bulan. 95 persen produksi gula semut dipasarkan di Amerika dan Eropa. Sedang 5 persen sisanya, dibuat untuk produk inovasi Semedo Manise, produk kemasan gula semut dalam aneka rasa semisal jahe, rempah, jahe kayu manis. Produk ini khusus dipasarkan di online marketplace.

Desa kecil di Kabupaten Banyumas ini lambat laun telah mampu membuang label sebagai desa terpencil dan tertinggal menjadi wilayah organisasi penyadap nira yang inovatif. Kisah manis gula semut Desa Semedo tersiar dan mendapat apresiasi dari lembaga pemerintah maupun swasta. Akhmad Sobirin misalnya, sebagai penggerak mendapat apresiasi Satu Indonesia Award 2016 di bidang kewirausahaan dari Astra. Dua tahun berselang, giliran Desa Semedo jadi bagian dari program pemberdayaan masyarakat bidang kewirausahaan bertajuk Kampung Berseri Astra.

Mengusung visi pemberdayaan, jaringan antar kelompok penyadap nira diperluas ke desa-desa lain di wilayah Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas. Kini terjaring kurang lebih 400 penyadap nira. Mereka terbagi dalam 1 kelompok di Desa Petahunan dan 2 kelompok di Desa Karangkemiri.

“Pengelolaan kelompok tani saya serahkan ke pemuda setempat. Saya menekankan yang perlu didahulukan misi sosial bukan ekonomi,” kata Sobirin.

Misi sosial ini memang jadi pegangan Sobirin saat memulai membentuk kelompok tani penyadap nira. Latar belakangnya, hampir 80 persen dari seribu lebih laki-laki di Desa Semedo bekerja sebagai penyadap nira yang rentan alami kecelakaan kerja. Selain itu, seringkali keluarga penyadap nira terlilit utang pada tengkulak karena tak memiliki akses bantuan modal ketika merugi.

Salah satu tujuan pembentukan kelompok tani dikonsep untuk pengelolaan penyisihan sebagian keuntungan bersih dari pemasaran gula semut, guna pembiayaan perlindungan jaminan kesehatan. Selain itu juga akses pembiayaan mikro, pembangunan sarana penjaminan mutu produksi, dan pembaruan bibit kelapa.

“Kami mulai melakukan percobaan penanaman bibit kelapa genjah yang hanya setinggi 5 meter. Sudah dilakukan penyebaran 1.500 bibit. Ini program jangka panjang mempertimbangkan kerentanan kecelakaan kerja dan melanjutkan regenerasi penyadap nira,” kata Sobirin.

2 dari 2 halaman

Regenerasi dan Pemberdayaan Perempuan

Ancaman putusnya regenerasi penyadap nira di Desa Semedo jadi kekhawatiran Sakrun. Di usianya yang kini menginjak 55 tahun, ia menyadari tinggal menunggu waktu gantung pongkor. Ia juga sadar, anak-anak muda di Desa Semedo tak banyak yang memiliki keahlian meniti pohon kelapa untuk menyadap nira.

Cerita Sakrun saat berbagi pengalaman, anak-anak muda juga enggan menanggung resiko alami kecelakaan kerja terjatuh dari pohon kelapa. Sakrun pernah mengalami kenaasan itu sebanyak empat kali. Ia jatuh dari ketinggian belasan meter karena pelepah kelapa yang rapuh. Ia mengalami patah tulang dan mesti istirahat selama setahun.

“Itu yang membuat anak-anak muda takut. Solusi yang dipikirkan kelompok tani menanam pohon kelapa genjah yang pendek. Saya setuju,” kata Sakrun pada Merdeka.com, Jumat (13/12).

Menurut Sakrun, pengolahan gula semut di Desa Semedo mesti dipertahankan karena membuat warga desa jadi mandiri secara ekonomi. Selain itu, gula semut memastikan kesejahteraan bisa didapat di kampung sendiri. Ia mencontohkan dari hasil penjualan gula semut, hidupnya kini lebih dari cukup.

Dari 33 pohon kelapa, ia menyadap nira minimal 40 liter sampai 50 liter perhari. Setelah diolah hasil sadapan jadi 6 kilo gram sampai 8 kilo gram gula semut. Menjualnya ke Poktan Manggar Jaya, Sakrun bisa mengantongi uang di atas Rp 100 ribu per hari.

“Dulu saat masih gula cetak memang susah. 1 kilo gram harganya Rp 5 ribu. Sekarang 1 kilo gram gula semut harganya Rp 17 ribu,” ujar Sakrun.

Selain mengorganisasikan penyadap nira, Poktan Manggar Jaya juga mengorganisasikan produk gula semut. Mereka jadi pembeli pertama gula semut hasil olahan penyadap nira. Pengembangan kualitas kontrol diterapkan di rumah produksi. Gula semut dari penyadap nira lantas disortir oleh tim penjaminan mutu.

Rohyati, salah satu tim penjaminan mutu di Poktan Manggar Jaya. Usianya 42 tahun. Ia bergabung sejak tahun 2015. Timnya memastikan standar gula semut dari Desa Semedo sesuai standar mutu yang disyaratkan konsumen. Tugas mereka melakukan pengeringan dan pengayakan 18 mesh.

“Kapasitas produksi saat ini 24 ton perbulan. Permintaan untuk ekspor sebenarnya lebih besar. Tapi yang terpenting kami mempertahankan kualitas yang baik,” kata Rohyati.

Rohyati menekankan, pengembangan industri gula semut di Desa Semedo telah membuka lapangan kerja pada perempuan. Di rumah produksi terberdayakan 8 sampai 9 perempuan sebagai tenaga kerja. Tugas mereka melakukan pengovenan, penyortiran dan pengepakan. Kerja mereka juga dilengkapi alat produksi berbahan stainless steel food grade untuk memastikan higienitas produk terjaga.

Dinas pertanian dan Ketahanan Pangan (Dinpertan KP) Kabupaten Banyumas, menilai Poktan Manggar Jaya Desa Semedo merupakan salah satu penyumbang terbesar ekspor gula semut dari Banyumas. Kepala Seksi Tanaman Tahunan Dinpertan KP Kabupaten Banyumas, Sapari mengatakan realisasi ekspor gula semut dari Banyumas di tahun 2018 mencapai 7.000 ton sampai 8.000 ton. Kurang lebih 25 persen ekspor gula semut berasal dari Kecamatan Pekuncen yang diinisiasi oleh Poktan Manggar Jaya dari beberapa kelompok tani.

Untuk mendukung pemberdayaan penyadap nira di Poktan Manggar Jaya Desa Semedo, Sapari mengatakan di tahun 2019 pemerintah pusat telah membangun Unit Pengolahan Hasil (UPH). Tujuannya untuk mendukung kemudahan pengemasan serta daya simpan lebih lama sehingga menunjang proses pemasaran ke luar negeri.

“Tugas kami memfasilitasi penyadap nira untuk meningkatkan kesejahteraan,” kata Sapari, Selasa (17/12).

Dari Desa Semedo, gerakan pemberdayaan penyadap nira yang dilakoni Akmad Sobirin adalah kisah manis tentang kesabaran pendampingan masyarakat. Sobirin dan Poktan Manggar Jaya adalah penjaga harkat penyadap nira. Industri gua semut yang mereka prakarsai telah menggerakkan warga setempat mendapatkan jati diri, berdaulat di desa, mandiri secara ekonomi dengan memanfaatkan potensi kekayaan alam lingkungannya. (mdk/cob)

https://m.merdeka.com/peristiwa/menjaga-harkat-penyadap-nira.html

 

Leave a Comment